IDENTIFIKASI
CACING PENYABAB PENYAKIT”SOIL TRANSMITTED
HELMINTHIASIS” PADA SPESIMEN TINJA SISWA SDN 01 KECAMATAN NGAJUM KABUPATEN MALANG.
Oleh
NugrohoTristyanto dan Faisal
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan
Malang
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya
telur dan cacing penyebab penyakit ”Soil
Transmitted Helminthiasis” pada spesimen tinja siswa kelas 1-4 SDN 01
Ngajum Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive
Sampling. Berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.sampel diambil pada bulan Mei 2011, yang berasal dari 4 kelas yaitu
kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan kelas 4 di SDN 01 Ngajum dengan total sampel
sebanyak 40 sampel,
Proses
identifikasi dilakukan di Laboratorium Parasitologi DIII Akademi Analis
Kesehatan Malang. Identifikasi dilakukan dengan metode pemeriksaan tinja
cara langsung menggunakan kaca penutup. Metode ini dilakukan dengan membuat
preparat tinja di atas objek glass yang mengunakan air sebagai pengencernya,
diaduk sampai homogen dan di tetesi cairan lugol kemudian ditutup dengan cover
glass. Proses selanjutnya, preparat sampel
diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran mulai dari 10x sampai 40x.Hasil penelitian 25% dari sampel keseluruhan (9 sampel
dari 40 sampel) dinyatakan positif karena terdapat 1 atau
lebih telur cacing penyebab ”Soil Transmitted Helminthiasis” pada sampel
tinja. Sedangkan 75% dari sampel keseluruhan (31 sampel dari 40 sampel) dinyatakan negatif karena tidak ditemukan telur cacing penyebab ”Soil Transmitted Helminthiasis”.
Hasil penelitian telah membuktikan bahwa 9 dari siswa
kelas 1-4 SDN 01 Ngajum Kabupaten Malang telah terinfeksi ”Soil Transmitted Helminthiasis”,hal ini dibuktikan dengan
ditemukan telur cacing penyebab penyakit ”Soil
Transmitted Helminthiasis” pada spesimen tinja siswa tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh keadaan sanitasi lingkungan dan higienitas
perorangan yang kurang baik.
Kata kunci:Spesimen Tinja, cacing
penyebab ”Soil Transmitted Helminthiasis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
“Soil
Transmitted Helminthiasis“
adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing golongan Nematoda yang memerlukan
tanah untuk perkembangan bentuk infektifnya. Sampai saat ini di negara-negara
berkembang, contohnya Indonesia, terutama di pedesaan, daerah kumuh dan
didaerah yang padat penduduknya. Sekitar 60 – 80% penduduknya menderita
penyakit infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis, dan cacing tambang (Hookworm) yaitu Necator americanus, Ancylostoma duodenale. (
Emiliana, 2009)
Pada
umumnya cacing memang tidak menyebabkan penyakit yang cukup berat sehingga
diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam
kedaan yang luar biasa kecacingan cenderung memberikan analisa yang keliru ke
arah penyakit lain yang tidak jarang dapat berakibat fatal misalnya pada
penyakit anemia defisiensi besi berat yang juga sebenarnya juga merupakan akibat
dari infeksi cacing Ascaris lumbricoides (Onggowaluyo,2002).
Prevalensi cacingan ini sangat
bervariasi dari daerah satu ke daerah lain, tergantung dari beberapa faktor,
antara lain : daerah penelitian (desa, kota, kumuh, dan lain-lain), kelompok umur
yang diperiksa, teknik pemeriksaan, kebiasaan penduduk setempat (tempat buang
air besar, cuci tangan sebelum makan, tidak beralas kaki, dll) dan pekerjaan
penduduk. Diantara keempat cacing tersebut Ascaris lumbricoides adalah yang tertinggi prevalensinya, dan
umumnya penderita menderita infeksi ganda.
Penyakit kecacingan ini pada
umumnya tidak akut dan tidak fatal tetapi menyebabkan penyakit kronis yang
sulit diukur invaliditasnya. Gejala klinis yang ditimbulkan umumnya tidak
jelas, mirip dengan penyakit lain terutama berupa sakit perut, diare, anemia,
dan gizi kurang. Oleh karena itu untuk diagnosanya perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium ( Emiliana, 2001).
Tingginya
angka infeksi cacing berkaitan erat dengan faktor cuaca dan sosial ekonomi masyarakatnya. Kebanyakan cacing memerlukan lingkungan suhu dan
kelembapan udara tertentu untuk hidup dan berkembang biak. Eksistensi kehidupan
cacing pun ditunjang oleh lancarnya proses daur hidup dan cara penularanya.
Sebagian cacing memerlukan vertebrata atau invertebrata tertentu sebagai
perantara misalnya ikan,
siput, crustacea
atau serangga,
dalam siklus hidupnya.
Cacing yang mempunyai lebih dari satu perantara peluang penularanya semakin
tinggi (Entjang,2003).
Penularan cacing tidak
hanya berkaitan dengan cuaca, suhu dan
kelembaban udara saja,
tetapi juga berkaitan dengan pengetahuan serta kesadaran masyarakat tentang sanitasi. Kebiasaan
penggunaan tinja sebagai pupuk tanaman menyebabkan semakin luasnya pencemaran
tanah dan tanaman pangan tertentu (Entjang,2003).Demikian
juga dengan pola kehidupan masyarakat, misalnya kebiasaan memakan ikan, daging dan
sayuran yang masih mentah atau setengah matang. Apabila
dalam makanan tersebut terdapat talur
cacing,maka lengkaplah siklus hidup cacing untuk menimbulkan infeksi (Entjang,
2003).
Hal ini deperkuat oleh hasil
laporan Mardiana
(2008) tentang pravelensi cacing usus pada murid SD WGT-Taskin dari lima
wilayah di
DKI Jakarta yang menunjukan bahwa di wilayah
Jakarta Utara 80% positif Ascariasis yaitu 40 sampel positif dari 50 sampel
yang diambil,
Jakarta Selatan sekitar 68,42% yaitu 13 sampel dari 19 sampel yang diambil, Jakarta
Barat tercatat sekitar 74,70% positif Ascariasis
yaitu 62 sampel dari 83 yang diambil dan Jakarta Timur sekitar 58,33% positif Ascariasis
yaitu sebanyak 7 dari sampel 12 yang diambil (Mardiana,2008).
Fenomena
diatas menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan pemeriksaan di dalam
spesimen tinja yang diambil dari siswa SDN 01 Ngajum Kabupaten Malang
mengandung telur Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis
mengingat
insiden tertinggi kasus “Soil Transmitted Helminthiasis“ ini
terjadi pada usia anak 5-11 tahun yang secara umum masih duduk di bangku
sekolah dasar dan sebagian siswa ini masih tinggal di lingkungan sanitasinya
yang kurang baik.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan penelitian
ini adalah berapa besar angka kejadian infeksi cacingan pada siswa SDN
01 Ngajum Kabupaten
Malang?
Apakah terdapat telur cacing Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis pada spesimen tinja SDN
01 Ngajum kabupaten Malang? Berapakah jumlah siswa yang negatif (tidak terinfeksi) dan positif terinfeksi telur Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides”
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk
mengetahui ada tidaknya telur cacing ascaris
lumbricoides,Trichuris tichiura, Strongyloides pada spesumen tinja siswa
kelas 1-4 sekolah dasar pada pemeriksaan labolatorium secara mikroskopis dengan
menggunakan metode pemeriksaan tinja cara langsung menggunakan kaca penutup.
Variabel penelitian ini terdiri dari Variabel bebas yaitu telur Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiuria dan Strongyloides stercoralis
dan Variabel terikat yaitu jumlah telur Ascaris
lumbricoides,Trichuris trichiura,Strongyloides stercoralis
Identifikasi telur cacing Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis pada
siswa sekolah dasar sebagai berikut:
a. Sampel tinja:sampel tinja di peroleh dari siswa SDN
01 Ngajum Kabupaten Malang adapun alasan dari penentuan tersebut yaitu di
sesuaikan dengan insiden tertinggi dari infeksi cacing Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura,Strongyloides stercoralis
yaitu pada usia 5-11 tahun
b. Metode cara langsung menggunakan
kaca penutup: mengambil 1-2 mm tinja menggunakan tusuk gigi taruh diatas objek
glass,tambahkan larutan eosin 1 tetes, aduk sampai homogen kemudian tutup
dengan cover glass selanjutnya diperiksa dengan menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 10x dan 40x
c. Sampel dikatakan positif apabila:
terdapat 1 atau lebih telur Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura,Strongyloides
stercoralis pada sampel tinja siswa kelas 1-4 dari SDN 01 Ngajum Kabupaten
Malang.sampel dikatakan negatif apabila: tidak terdapat 1 saja telur Ascaris lumbricoides,Trichuris
trichiura,Strongyloides stercoralis
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi partisipatif,yaitu peneliti
benar-benar mengambil bagian dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan sasaran pengamatan observee dengan kata lain
peneliti ikut berpatisipasi pada aktifitas yang telah diselidiki (Notoatmodjo
,2005).
Apabila terdapat 1 atau lebih telur Ascaris lumbricoides,Ttrichuris
trichiura,Strongyloides stercoralis pada sampel tinja siswa kelas 1-4 dari
SDN 01 Ngajum Kabupaten Malang maka dikatakan positif sampel dan apabila tidak
terdapat 1 saja telur Ascaris
lumbricoides,Trichuris trichiura,Strongyloides stercoralis maka
dikategorikan negatif.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif, maka analis data yang
terkumpul dilakukan secara deskriptif yang disertai dengan tabel ,narasi
,presentase dengan menggunakan rumus proporsi dan disajikan dalam bentuk
diagram (histogram) dan pembahasan serta diambil kesimpulan tentang beberapa
jumlah siswa dari masing-masing kelas
yang positif terinfeksi dilihat dari telur Ascaris
lumbricoides,Trichuris trichiura,Strongyloides stercoralis yang
teridentifikasi dari sampel-sampel yang diperiksa
HASIL DAN PEMBAHSAN
Hasil Penelitian
1. Hasil
positif : apabila ditemukan telur cacing penyebab panyakit “Soil Transmitted Helminthiasis“ pada spesimen tinja,
seperti gambar dibawah ini
tinja terdapat cacing Tambang tinja terdapat cacing Strongyloides
Gambar diatas didapat
dari mikroskop dengan pembesaran 40x dan difoto dengan kamera digital 2
megapixel. Dan dari gambar diatas dapat dilihat bahwa ditemukan cacing tambang
dan cacing Strongyloides stercoralis pada
beberapa sampel spesimen tinja pada siswa SDN 01 Ngajum Kabupaten Malang
2. Hasil
negatif: apabila tidak ditemukan telur
atau cacing penyebab penyakit “Soil Transmitted Helminthiasis“ pada spesimen tinja,
seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar diatas didapat
dari mikroskop dengan pembesaran 40x degan kamera digital. Dan dari gambar
diatas dapat dilihat bahwa tidak
ditemukan cacing atau pun telur penyebab “Soil Transmitted Helminthiasis“ diantara beberapa sampel
spesimen tinja SDN 01 Ngajum Kabupaten Malang
Strongyloides
stercoralis, cacing tambang
(Hookworm) dari kelas 1-4 yang disajikan dalam bentuk tabel. dari data diatas dicari rata-rata jumlah siswa yang
positif dan negatif “Soil Transmitted Helminthiasis“ melalui rumus
mean(nilai rata-rata) sebagai berikut: (Ali,2011)
Jadi,melalui rumus mean (rata-rata) diatas dapat diketahui berapa
rata-rata siswa yang positif terinfeksi “Soil
Transmitted Helminthiasis“ yaitu
0,225 siswa sedangkan siswa
yang negatif atau tidak ditemukan
sama sekali cacing adalah 0,775 siswa.
Tabel 1. Jumlah telur
cacing tambang(hookwoon),Strongloydes
yang teridentifikasi mulai dari kelas 1 sampai dengan 4
Kelas
|
Nama siswa yang positif
|
Jumlah telur
|
X
|
Jumlah sampel/kelas
|
1
2
3
4
|
Siswa E
Siswa G
Siswa H
Siswa L
Siswa M
Siswa O
Siswa V
Siswa AE
Siswa AF
|
1
1
1
1
1
1
1
1
2
|
1
1
1
1
1
1
1
1
4
|
10
10
10
10
|
JUMLAH
|
Siswa 9
|
n=40
|
Dari tabel 1 dapat diketahui jumlah
telur yang teridentifikasi sebanyak 10
telur. pada kelas 1 ditemukan 3 telur yaitu ditemukan pada sampel tinja siswa E
1 dan siswa G 1 serta siswa H juga 1 pada kelas 2 ditemukan pada sampel siswa
L,M dan O pada kelas 3 ditemukan pada sampel siswa V dan AE dan pada siswa
kelas 4 di temukan 2 telur pada sampel siswa AF.
Dari data
tabel 1 di atas dapat di cari beberapa rata-rata jumlah telur yang berhasil
ditemukan atau teridentifikasi pada masing-masing sampel tinja penderita
menggunakan rumus varians dan standart deviasi,yaitu (Ali,2011)
Jadi variansinya adalah
0,244 dan standart deviasinya adalah 0,488.rata-rata jumlah telur yang
teridentifikasi adalah 0,25 telur
Jadi rata-rata jumlah
telur yang teridentifikasi adalah berkisar X±1SD=0,25±0,488 telur.maksudnya
adalah 0,25-0,488=-0,238 telur sampai 0,25+0,488=0,738 telur.jadi rata-rata
jumlah yang telur teridentifikasi dari masing-masing sampel adalah 0,238 sampai
0,738.
Persentase
Dalam mencari presentase dari
siswa yang negatif dan positif “Soil
Transmitted Helminthiasis“ dapat
digunakan rumus proporsi sebagai berikut: (Ali,2011)
Jadi siswa yang posistif
terinfeksi “Soil Transmitted Helminthiasis“adalah
22,5% dan siswa yang negatif atau tidak terinfeksi sebesar 77,5% dari 40 siswa.
Melalui rumus proporsi yang sama dapat dicari pula
beberapa presentase dari siswa yang positif dan negative dari masing-masing
kelas,yaitu:
Penyajian dalam bentuk
Diagram
Hasil penelitian tentang
berapa jumlah siswa yang positif dan
negatif dari “Soil
Transmitted Helminthiasis“ dari siswa kelas 1 sampai dengan kelas 4 SDN 01
Ngajum Kabupaten Malang dapat disajikan dalam bentuk diagram batang sebagai
berikut
Gbr 4 Diagram Jumlah Siswa
Yang Positif dan Siswa Yang Negatif “Soil Transmitted Helminthiasis“ dari kelas 1-4
Presentase dari siswa
yang positif dan negatif
mulai dari kelas 1-4 SDN 01 Ngajum Kabupaten Malang disajikan dalam
bentuk diagram sebagai berikut
Gbr 5 Diagram Presentase Jumlah Siswa
Yang Positif dan Negatif
“Soil Transmitted Helminthiasis“
Sedangkan
hasil presentase dari jumlah siswa yang positif dan negatif terinfeksi “Soil Transmitted Helminthiasis“ dan keseluruhan sampel yang diambil
digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti di bawah ini
Gbr 6
Diagram Presentase Dari Siswa yang
positif dan siswa yang negatif “ Soil Transmitted Helminthiasis“
Pembahasan Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan khusus dari
penelitian “Soil Transmitted
Helminthiasis“ pada spesimen
tinja SDN 01 Ngajum
Kabupaten malang yaitu untuk mengidentifikas (menemukan) telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis, dan cacing tambang (Hookworm) yaitu Necator americanus, Ancylostoma duodenale.
Pada sample tinja siswa kelas 1-4 SDN 01 Ngajum Kabupaten malang untuk
memperoleh data mengenai berapa jumlah siswa yang negatif dan positif terinfeksi “Soil Transmitted Helminthiasis“
Dari data lengkap dari siswa yang
negatif
dan positif “Soil Transmitted Helminthiasis“ dari kelas 1-4 serta jenis cacing
yang teridentifikasi dari masing-masing sampel tinja siswa yang positif “Soil
Transmitted Helminthiasis“ . Siswa
yang positif dari kelas 1 diantaranya adalah siswa E,G dan H jenis cacing yang
di temukan pada sampel
tinja siswa G dan H adalah cacing Strongyloides stercoralis.
Sedangkan pada siswa kelas 2 yang positif
adalah siswa L ,M dan O juga
ditemukan Strongyloides stercoralis pada siswa kelas 3 ditemukan positif
terinfeksi “Soil Transmitted
Helminthiasis“ pada siswa V dan AE ditemukan cacing tambang (hokwoon) dan
pada siswa kelas 4 juga ditemukan cacing tambang(hokwoon) pada siswa AF
Berdasarkan hasil penelitian
dapat dijelaskan bahwa jumlah siswa yang positif adalah 9 siswa dan 31 siswa yang negatif dari 40 siswa kemudian dengan
mengunakan rumus mean (rata-rata) siswa yang positif Strongyloides
stercoralis, cacing tambang(hokwoon) adalah 0,225 dan yang negatif 0,775.
Melalui rumus mean (nilai
rata-rata), dapat diketahui rata-rata dari jumlah dari telur yang di temukan,
yaitu 0,25. Selanjutnya, dengan rumus varian dan standar deviasi ditentukan beberapa
varians dan standar deviasinya. Tujuan dari penentuan standar deviasi
ini adalah untuk mengetahui beberapa besarnya penyimpangan dari data. Dan
diperoleh besar standar deviasinya yaitu
0,488 dan variannya sebesar 0,244. Apabila standar deviasi dari suatu data hasilnya kurang dari 1 maka data
tersebut dibilang baik. Dalam arti penyimpangan dari data tersbut sangat kecil.
Dari rumus mean, variasinya dan standar deviasi dapat dapat ditentukan beberapa
jumlah rata-rata telur yang
teridentifikasi dan hasilnya berkisar
X±1SD=0,25±0,488 telur. Yaitu dari
0,25-0,488=-0,238 telur sampai 0,25+O,488=0,738 telur. Jadi rata-rata telur yang
teridentifikasi adalah - 0,238 telur sampai
0,738 telur
Untuk
mencari presentase dari siswa yang negatif dan positif ascariasis dapat
digunakan rumus proporsi. Dari rumus tersebut dapat kita cari beberapa
prosentase siswa yang negatif dan
positif ascariasis. Dari hasil perhitungan dapat diketahui presentase dari
siswa yang positif dan negatif ascariasis sebesar 22,5% dan 77,5% untuk siswa
yang negatif ascariasis. Selanjutnya, dengan rumus yang sama dihitung
presentase dari siswa yang positif dan negatif ascariasis dari masing-masing kelas. Pada kelas 1
prosentase siswa yang positif adalah 30% dan 70% untuk siswa yang negatif. kelas 2 hasil prosentase dari
siswa yang positif yaitu
30% dan siswa yang
negatif sebesar 70%dan dari hasil perhitungan prosentase siswa kelas 3 yang
positif 20% dan yang negatif 80% pada
siwa kelas 4 prosentase yang positif adalah
10% dan negatif adalah 90%.
Sehubungan dengan sanitasi
lingkunganya apabila dilihat dari hasil penelitian yang telah diperoleh ,siswa
yang positif dan jumlah telur terbanyak ditemukan pada siswa kelas 1 dan 2 dengan jumlah anak masing-masing 3
anak. Jadi,kemungkinan
besar keenam siswa tersebut masih bertempat tinggal di lingkungan yang
segi sanitasinya tergolong kurang. Selain itu juga bisa disebabkan
kerena tingkat pendidikan yang masih rendah ,yaitu pada tahap sekolah dasar. Sehingga bahaya dari penularan
penyakit “Soil Transmitted Helminthiasis“
serta pentingnya menjaga sanitasi lingkungan dan kebersihan diri masih belum
dipahami dengan baik
Untuk menangulangi hal tersebut
dapat dilakukan pencegahan terhadap penularan terutama dengan menekan tentang
kebersihan pribadi dan keberhasilan umum. Penyediaan jamban keluarga
merupakan hal yang mutlak,serta melarang penggunaan tinja manusia sebagai
pupuk. Oleh
karena itu penyuluhan kesehatan merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan. Secara teoritis mengigat umur
cacing hanya 1 tahun,maka apabila penyuluhan kesehatan dapat meyakinkan seluruh
masyarakat untuk defekasi di jamban selama 1 tahun dapat diharapkan “Soil Transmitted Helminthiasis“ dapat
diberantas (Sandjaja
,2007).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian pada siswa SDN 01 Ngajum Kabupaten Malang, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Hasil
penelitian telah membuktikan bahwa 9 dari siswa kelas 1-4 SDN 01 Ngajum
Kabupaten Malang telah terinfeksi ”Soil
Transmitted Helminthiasis”,hal ini dibuktikan dengan ditemukan telur cacing
penyebab penyakit ”Soil Transmitted
Helminthiasis” pada spesimen tinja siswa tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh
keadaan sanitasi lingkungan dan higienitas perorangan yang kurang baik.
Saran
Untuk mencegah terjadinya penularan kepada
anak – anak SDN lainnya diharapkan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan
lingkungan tempat tinggal, misal menjaga kebersihan kakus dan hendaknya kakus
mendapatkan penerangan yang cukup dan disediakan sabun untuk keperluan
kebersihan sesudah buang air besar, menjemur tikar, sarung yang telah dipakai
segera dicuci dan dijemur, jangan dibiarkan dalam keadaan basah / lembab. Serta
meningkatkan kesadaran untuk merubah kebiasaan-kebiasaan tidak sehat, contoh :
selalu memakai alas kaki diluar rumah ( terutama ditanah ), selalu mencuci
tangan sebelum makan, menggosok gigi, tidak menggigit jari.
Dengan adanya penelitian dan pengarahan
seperti ini diharapkan bisa membantu mendeteksi adanya infeksi cacing pada
siswa SDN 01 Ngajum Kabupaten Malang tersebut dan penelitian yang
seperti ini hendaknya terus dilakukan atau lebih dikembangkan supaya
penularannya bisa dicegah dan prevalensi penyakit bisa diminimalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zaidin ,2011.Pengantar
Metode Statistik Untuk Keperawatan .Jakarta:Trans Info Media
Depary A.A,2009, Soil Transmitted
Helminthiasis, Majalah Medika No. 11, Jakarta, Hal (1000 – 1004).
Entjang, Indan,2003.Mikrobiologi dan parasitologi untuk akademi
keperawatan dan sekolah tenaga kesehatan yang sederajat.Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Emiliana Tjitra, 2001
Penelitian-penelitian “Soil Transmitted
Helminth” Di Indonesia, Majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 72,
Jakarta..
Heru Prasetyo,2003,
Atlas Berwarna Helmintologi Kedokteran,
Cetakan Pertama, Airlangga University Press, Surabaya.
Heru Prasetyo,2008, Pengantar Praktikim
Helmintologi Kedokteran, Edisi Ke 2, Airlangga University Press, Surabaya.
Jangkung Samidjo
Onggowaluyo,2005, Parasitologi Medik I, Edisi Ke 1, EGC,
Jakarta.
Mardiana, Djarismawati,
2008. Pravelensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Gerakan
Terpadu Pegentasan Kemiskinan Daerah Kumuh Di Wilayah DKI Jakarta.Jurnal Ekologi Kesehatan, vol 7,No 2,Oktober
2011:769-774
Notoadmodjo, Soekidjo,
2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.Jakarta:Rineka Cipta.
Onggowaluyo,samidjo,2002.parasitologi medik 1 Helminthologi,
Jakarta: EGC.
S. Alisah N. Abidindan
Henry D. Ilahude, pentingnya pemeriksaan
Tinja untuk diagnosis infeksi cacing
Usus, Majalah Parasitologi Indonesia Volum 5(1), P.T. Nuh Jaya, Jakarta.
1992, Hal (21 – 27 )
Soedarto,1998, Helmintologi Kedokteran, Edisi Ke 1, EGC,
Jakarta.
Srisasi Gandahusada dkk,1998, Parasitologi kedokteran, Edisi ke 3, Balai
Penerbit FKUI, jakarta.
Sandjadja, Bernadus, 2007.
Helmintologi kedokteran. Edisi Buku
II. Jakarta: Prestasi Pustaka
Viqar Zaman Dan Loh Ah
Keong,1998, buku penuntun Parasitologi Kedokteran; Alih
Bahasa Bintari Rukmono, Sri Oemijati, Wita Pribadi, Edisi Ke 1, Bina Cipta,
Bandung.
www.fk.undip.ac.id