PERBEDAAN ANTARA HASIL CARIK CELUP DENGAN METODE MIKROSKOPIS SEBAGAI
INDIKATOR ADANYA
SEL DARAH MERAH
DALAM URIN
Oleh
Ma’rufah
Analis Kesehatan Akademi Analis
Kesehatan Malang
ABSTRAK
Pemeriksaan urin (urinalisis)
sebagai penunjang diagnosis telah lama dikerjakan bahkan telah berabad-abad dan
mungkin merupakan tes yang paling tua.Pemeriksaan yang memakai carik celup
dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan spesifik. Carik celup berupa secarik
plastik kaku yang pada sebelah sisinya dilekati dengan satu sampai sepuluh
kertas isap atau bahan penyerap lain yang masing-masing mengandung reagen
spesifik terhadap salah satu zat yang ditandai oleh perubahan warna tertentu
pada bagian yang mengandung reagen spesifik.
Penelitian ini bertujuan Mengetahui
apakah ada perbedaan hasil metode carik celup dengan metode
mikroskopis pemeriksaan sel darah merah dalam urin.penelitian
ini menggunakan desain deskriptif ,populasi dalam penelitian semua
orang yang datang di Laboratorium Klinika Surabaya yang mengalami hematuria ,sampel
dalam penelitian ini adalah penderita hematuria di Laboratorium Klinika
Surabaya sebanyak 40 orang, Data yang diambil melalui survei pendahuluan Kemudian
dilakukan observasi dan dokumentasi dari hasil yang terpilih.
Hasil penelitian menunjukkan prosentase pemeriksaan sel darah
merah dalam urin dengan menggunakan carik celup dan mikroskopis dari 40 data
didapatkan hasil yang sama hanya 15 %
sedangkan 85 % terdapat perbedaan
hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan metode
mikroskopis selama peneliti cenderung lebih rendah dari hasil pemeriksaan sel
darah merah dalam urin dengan metode carik celup. Rata-rata satu tingkat
perbedaan secara semikuantitatif lebih rendah mikroskopis dari pada carik
celup.
Kata
Kunci:carik celup, sel darah merah, urin
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pemeriksaan laboratorium sangat
penting dilakukan setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai data dasar.
Secara umum pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan memantau perkembangan penyakit selama pengobatan. Maka sebelum
melakukan pemeriksaan harus tahu tujuan agar bisa memberikan petunjuk diagnosis
suatu penyakit ( Kosasih, 2004 ).
Pemeriksaan urin (urinalisis)
sebagai penunjang diagnosis telah lama dikerjakan bahkan telah berabad-abad dan
mungkin merupakan tes yang paling tua. Pemeriksaan urin amat sering dilakukan
oleh karena sampel urin mudah didapatkan dan teknik pemeriksaan tidak begitu
sukar.
Tujuan pemeriksaan urin ada 2,
yang pertama adalah untuk mendeteksi gangguan fungsi tubuh seperti
ketidaknormalan metabolisme, dengan fungsi ginjal berjalan normal, namun hasil
akhir eksresi dari metabolitnya abnormal, yang spesifik untuk penyakit
tertentu. Tujuan kedua adalah untuk mendeteksi kondisi intrinsik yang
memberikan pengaruh merugikan terhadap ginjal atau saluran kemih. Ginjal yang
sakit tidak dapat berfungsi normal dalam hal regulasi volume dan komposisi
cairan tubuh, serta pertahanan homeostasis. Oleh karena itu, unsur (bahan) yang
secara normal ditahan oleh ginjal dan dikeluarkan dalam jumlah kecil, pada
keadaan sakit dapat terlihat jelas di urin dalam jumlah yang besar. Elemen
struktural yaitu sel darah merah, lekosit, sel dari saluran kemih dan cast
(silinder) dari ginjal yang berpenyakit dapat terlihat jelas dalam urin
(Donoseputro,2003).
Pemeriksaan morfologi elemen
struktural yaitu sel darah merah, lekosit, sel dari saluran kemih dan cast
(silinder) yang terdapat pada urin dilakukan dengan metode mikroskopis.
Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin dapat memberi data mengenai saluran
kencing mulai dari ginjal sampai ujung urethra yang tidak mungkin diperoleh
dengan pemeriksaan lain.
Pada saluran ini akan dibahas
pemeriksaan sel darah merah yang terdapat dalam urin. Pemeriksaan sel darah
merah dalam urin selain bisa dilakukan menggunakan metode mikroskopis, juga
bisa dilakukan menggunakan metode carik celup. Dengan menggunakan metode carik
celup, pemeriksaan sel darah merah dalam urin dapat dilakukan dengan mudah,
cepat dan praktis. Tetapi masih banyak laboratorium yang menggunakan metode
mikroskopis untuk pemeriksaan sel darah merah dalam urin. Oleh karena itu,
perlu diteliti apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan sel darah merah dalam
urin bila melalui pengamatan metode carik celup dan metode mikroskopis.
(Donoseputro,2003).
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut : apakah ada perbedaan hasil metode carik celup dengan metode
mikroskopis sel darah merah dalam urin
Tinjauan
Pustaka
Morfologi Sel Darah Merah
Sel
darah merah merupakan cakram bikonkaf dengan diameter 8 μm tanpa
memiliki inti, bagian tepi tebalnya 2 μm,
pada bagian tengah hanya 1 μm.
Sel darah merah satu dengan yang lain memiliki ukuran yang hampir sama ( Price
dkk, 1994 ; Subowo, 1992 ).
Kandungan Sel Darah Merah
Komposisi
molekuler sel darah merah menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya terdiri dari
air ( 60% ) dan sisanya berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan isi sel
darah merah merupakan substansi koloidal yang homogen, sehingga sel darah merah
bersifat elastis dan lunak. Karena sifat sel darah merah yang elastis dan lunak
maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi dapat berubahbentuk. Sel darah
merah mengandung protein hemoblobin yang sangat penting bagi fungsi sel darah
merah untuk mengangkut O2 dan CO2 serta mempertahankan pH
normal. Setiap sel darah merah mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin.
Molekul-molekul hemoglobin terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin)
dan 4 gugus hem masing-masing mengandung sebuah atom besi (Hoffbrand dkk, 1996
; Price dkk, 1994 ; Subowo, 1992 ).
Karakteristik Sel Darah Merah
Sel
darah merah dibatasi oleh membran plasma yang bersifat semipermeable dan
berfungsi untuk mencegah agar koloid yang dikandungnya tetap didalam. Tekanan
osmosis diluar sel haruslah sama dengan tekanan dalam sel agar terdapat
keseimbangan. Plasma darah bersifat isotonik dengan tekanan osmose dalam sel
darah merah. Apabila sel darah merah dimasukkan dalam larutan hipertonik maka
air dalam sel darah merah akan mengalir keluar dan berakibat bentuk sel darah
merah berkerut seperti berduri. Sebaliknya apabila dimasukkan dalam larutan
hipotonik, maka air akan masuk kedalam sel sehingga sel darah merah akan
menggembung sampai dapat pecah (Subowo, 1992 ).
Pembentukan Urin
Ginjal
melakukan berbagai fungsi metabolik dan
ekskretorik. Selain membersihkan tubuh dari zat sampah bernitrogen dan hasil
metabolisme lain, ginjal melaksanakan homeostasis cairan elektrolit dan asam
basa. Ginjal menerima sekitar 1 liter darah atau 500 ml plasma per menit. Dengan
menggunakan proses filtrasi, reabsorpsi dan sekresi diproduksi 500 – 2000 ml
urin tiap hari. Bagian-bagian tertentu dari ginjal melakukan fungsi tertentu
sehingga ciri-ciri dan lokasi penyakit ginjal dapat diketahui dengan
memperhatikan aspek-aspek cara pembentukan urin dan cara pengaturan metabolisme
(Hoffbrand dkk, 1996 ; Price dkk, 1994 ; Subowo, 1992 ).
Fisiologi Ginjal
Unit
fungsional dasar dalam ginjal disebut nephron dan dalam satu ginjal ada 1 – 1,5
juta nephron. Tiap nephron tersusun dari bundelan kapiler yang bernama
glomerulus dan saluran panjang berbatasan epitel yang disebut tubulus. Tubulus
tersusun dari beberapa segmen, yakni tubulus proximalis, loop of henle dan
tubulus distalis. Tubulus distalis terlebih dahulu menjadi ductus colligentes
yang kemudian bergabung lagi dengan menyusun sistem penyaluran. Keseluruhan
unit fungsional ginjal disebut nephron.
Proses Filtrasi
Tingkat
pertama pembentukan urin adalah filtrasi darah oleh glomeruli. Sekitar 1 liter
darah mengalir melalui kedua ginjal dalam waktu 1 menit. Kecepatan filtrasi
ditentukan oleh derasnya aliran arteri, tekanan darah dalam sirkulasi sistemik
dan oleh tekanan darah dalam ginjal sendiri. Darah yang mengalami filtrasi
dalam glomerulus juga mengantar oksigen dan zat-zat gizi untuk ginjal. Sehingga
darah itu mengalami berbagai macam perubahan metabolik yang disebabkan oleh
fungsi sel ginjal. Volume dan tekanan darah yang melalui ginjal banyak
berpengaruh pada metabolisme seluruh tubuh.
Air
bersama zat bermolekul kecil akan menembus filter glomerulus dengan bebas.
Sel-sel darah dan protein-protein darah dirintangi masuk kedalam filtrat.
Glukosa, ureum, natrium, kalium, bikarbonat, chlorida, ratusan jenis enzim dan
hormon, zat lain yang larut, mempunyai konsentrasi sama dalam plasma dan
filtrat glomerulus. Tiap menit dihasilkan kira-kira 100 ml filtrat.
Sekresi dan Reabsorpsi
Proses
reabsorpsi merupakan fungsi utama tubulus proximalis. Beberapa zat di
reabsorpsi hampir seluruhnya oleh tubulus proximalis bila kadarnya didalam
plasma dalam batas-batas normal. Tetapi akan diekskresi kedalam urin bila
kadarnya dalam darah melebihi kadar tertentu. Jumlah zat yang direabsorpsi
berbeda-beda untuk macam-macam zat. Zat-zat yang hanya sedikit direabsorpsi
seperti kreatinin, urea dan asam urat. Sedangkan zat-zat yang diperlukan oleh
tubuh direabsorpsi hampir seluruhnya seperti asam amino, dan glukosa. Zat-zat
yang dikembalikan kealiran darah ialah air bersama dengan glukosa, asam amino,
asam urat dan juga sedikit protein yang berhasil menembus filter glomerulus.
Tubulus proximalis juga mengembalikan banyak elektrolit terutama natrium,
chloride dan bikarbonat. Pada bagian loop of henle akan direabsorpsi air tanpa
zat-zat dan reabsorpsi NaCL. Tubulus distalis mengatur konsentrasi ion-ion
natrium, kalium, bikarbonat, fosfat da hydrogen. Pengaturan akhir yang
menyangkut ekskresi air dilakukan oleh ductus colligentes.
Selain
fungsi reabsorpsi, tubulus juga mempunyai fungsi sekresi zat-zat tertentu
seperti kreatinin, asam urat, ion kalium, ion H. dengan kedua proses reabsorpsi
dan filtrasi, mengubah filtrat glomerulus menjadi urin. ( Widmann, 1995 ).
Komposisi Urin
Urin
juga merupakan suatu larutan yang kompleks dan mengandung bermacam-macam bahan
organik maupun anorganik. Susunannya tergantung dari bahan-bahan yang dimakan,
keadaan metabolisme tubuh, kemampuan ginjal untuk mengadakan seleksi. Pada
umumnya komposisi urin mencerminkan kemampuan ginjal uantuk menahan dan
menyerap bahan-bahan yang penting untuk metabolisme dasar dan mempertahankan
homeostasis, disamping itu mengeluarkan bahan-bahan kelebihan berasal dari
makanan dan hasil-hasil metabolisme yang tidak terpakai. Dalam keadaan normal
jumlah bahan yang terdapat dalam urin selama 24 jam adalah sekitar 60 gram yang
terdiri dari 35 gram bahan organik dan 25 gram bahan anorgani
(kosasih,2004)
Diantara
bahan organik yang penting adalah : Urea,
Asam urat, Kreatinin. Sedangkan bahan anorganik yang penting adalah : Chloride, Fosfat, Sulfat, Ammonia
( Donosepoetro, 1981 )
Sekresi Bahan Abnormal Dalam Urin
Dengan
melihat unsur atau bahan yang ada didalam urin, dapat dideteksi penyakit ginjal
dan saluran kemih. Unsur atau bahan yang secara normal tidak dijumpai didalam
urin, jika ditemukan dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat bernilai
signifikan. Salah satu unsur yang bernilai signifikan jika ditemukan dalam urin
adalah sel darah merah. Dalam keadaan normal tidak dijumpai sel darah merah
dalam urin ( Ravel, 1980 ).
Adanya
sel darah merah didalam urin disebut hematuria. Hematuria pada umumnya
merupakan indikasi dari ketidak normalan fungsi ginjal. Adanya sel darah merah
dalam urin juga merupakan indikasi kerusakan ginjal atau saluran kemih.
Penyebab dari kerusakan ginjal atau saluran kemih bisa karena batu ginjal,
pembuntuan saluran kemih, kanker, trauma renalis, glomerulonephritis, infeksi
non spesifik pada ginjal. Ginjal atau saluran kemih yang
mengalami kerusakan akan mengalami
perdarahan sehingga darah ikut terbawa oleh urin yang menyebabkan adanya sel
darah merah dalam urin. Hematuria dapt dibedakan menjadi dua yaitu mikroskopik
hematuria dan gross hematuria. Mikroskopik hematuria merupakan indikasi adanya
sel darah merah yang tidak tampak pada urin, hanya dapat dilihat melalui
mikroskop dan merupakan hematuria yang lebih sering dijumpai. Sedangkan gross
hematuria terdapat cukup banyak sel darah merah didalam urin sehingga bisa
tampak dengan mata telanjang. Walaupun jumlah sel darah merah didalam urin
berbeda, tetapi diagnosa dan penyebabnya sama ( WWW Medicine Net Com,2005 ).
Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan
urin sangat penting dilakukan karena dapat memberikan fakta-fakta tentang
ginjal dan saluran kemih. Adanya unsur atau bahan abnormal dalam urin yang
merupakan efek langsung dari ginjal dan saluran kemih dapat dideteksi melalui
pemeriksaan urin. Pemeriksaan urin telah lama dilakukan dan sekarang
pemeriksaan urin menjadi lebih mudah, cepat dan praktis dengan menggunakan
carik celup ( Gandasoebrata, 1992 ).
Carik Celup
Banyak
jenis pemeriksaan penyaring sekarang dilakukan dengan menggunakan carik celup.
Pemeriksaan yang memakai carik celup dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan
spesifik. Carik celup berupa secarik plastik kaku yang pada sebelah sisinya
dilekati dengan satu sampai sepuluh kertas isap atau bahan penyerap lain yang
masing-masing mengandung reagen spesifik terhadap salah satu zat yang ditandai
oleh perubahan warna tertentu pada bagian yang mengandung reagen spesifik.
Skala warna yang menyertai carik celup memungkinkan penilaian semikuantitatif.( Pusdiklatkes,2000).
Carik
celup bersifat sensitif dan spesifik bila pemakaian carik celup mengikuti
petunjuk-petunjuk yang ditentukan oleh perusahaan pembuat carik celup. Jika
tidak mengikuti petunjuk dengan seksama, hasil pemeriksaan dapat menyimpang
dari keadaan sebenarnya.
Beberpa petunjuk yang berlaku secara umum :
1.
Urin harus dijadikan homogen sebelum diperiksa, urine
dicampur dengan baik supaya sedimen merata.
2.
Cari celup hanya dicelupkan sebentar dalam urin.
3.
Kelebihan urin yang melekat pada carik celup dihilangkan
dengan menyentuhkan pinggir carik celup pada pinggir wadah urin
4.
Bagian dari carik celup yang mengandung reagen tidak
boleh dipegang dengan jari.
5.
Carik celup hanya dikeluarkan dari botolnay ketika
diperlukan dan segera dipakai.
6.
Botol
wadah carik celup harus selalu ditutup rapat.
7.
Wadah berisi carik celup tidak boleh kena sinar matahari
secara langsung. (Gandasoebrata,
1992 ).
Parameter
yang dapat diukur carik celup : Glukosa, Bilirubin, Keton, Spesific gravity ((berat
jenis ), pH, Protein, Urobilinogen,. Nitrit, Blood ( darah ), Lekosit
Metode
Pemeriksaan Sel Darah Merah Dalam Urin
1.Metode
Carik Celup
1). Prinsip
Aktivitas
peroksidase dari hemoglobin yang mampu mengkatalisa reaksi dari
diisopropylbenzene dihydroperokside dan 3,3 ‘,5,5’ – tetramrthylbenzidine.
Hasil dapat dilihat sebagai perubahan warna menjadi hijau pada carik celup yang
berwarna dasar kuning. Perubahan warna yang terjadi sesuai dengan jumlah sel
darah merah dalam urin.
2).Reagen
Diisopropylbenzene dihydroperokside dan
3,3 ‘,5,5’ – tetramrthylbenzidine,
buffer non reactive ingredients.
3).Persiapan
a.
Urin dikumpulkan pada tempat yang bersih dan segera
dilakukan pemeriksaan.
b.
Urin
tidak boleh disentrifus
c.
Jika pemeriksaan tidak bisa dilakukan selama satu jam
setelah pengumpulan urin, maka spesimen disimpan dalam lemari es dan pada saat
spesimen akan diperiksa dibiarkan pada suhu ruangan.
4).Cara Kerja
1.
Spesimen urin dikumpulkan pada botol yang bersih dan
kering. Campur dengan baik sebelum diperiksa.
2.
Carik celup diambil dari botol lalu ditutup kembali,
seluruh area reagen dari carik celup dicelupkan pada urin segar dan segera
dikeluarkan untuk menghindari kerusakan reagen.
3.
Carik celup dikeluarkan dari botol sambil disapukan pada
pinggiran botol penampung urin untuk membuang urin yang berlebihan dari carik
celup.
4.
Hasil bisa dibaca secara visual maupun menggunakan alat.
- Pembacaan
secara visual dilakukan setelah 60 detik melalui membandingkan perubahan warna
pada carik celup dengan skala warna yang terdapat pada botol carik celup.
- Pada
penelitian ini mengambil data pemeriksaan sel darah merah dalam urin
menggunakan metode carik celup yang dibaca melalui alat Clinitek 100 ( Bayer
Diagnostick, 1992 )
2
Metode Mikroskopik
1). Prinsip
Endapan
urin yang diperoleh setelah disentrifus, lalu diperiksa dibawah mikroskop dan dihitung
bahan-bahan berbentuk dan torak.
2).Alat-alat
-
Botol
tempat penampung urin, Tabung sentrifus, Sentrifus, Objek glass, Mikroskop
-
3).Cara kerja
1.
Botol
berisi urin digoyangkan supaya sedimen bercampur dengan cairan diatas sehingga
diperoleh sampel yang tercampur ( homogen ).
2.
Sebanyak 15 ml urin dituang kedalam tabung sentrifus
3.
Pusingkan dengan alat sentrifus selama 3 – 5 menit dengan
kecepatan 15oo – 2000 rpm.
4.
Isi tabung dituang habis dengan satu kali gerakan yang
cepat, kemudian tabung ditegakkan lagi sehingga cairan yang masih melekat pada
dinding tabung mengalir kembali kedasar tabung. Volume sedimen dan cairan menjadi kira-kira 0,5 ml.
5.
Dasar tabung dikocok untuk meresuspensikan sedimen.
6.
Dari endapan sedimen diambil setetes menggunakan pipet
lalu ditaruh diatas objek glass bersih dan tutup dengan kaca penutup.
7.
Periksa dibawah mikroskop dengan cara kondensor mikroskop
diturunkan atau diafragmanya dikecilkan. Kemudian
sedimen diperiksa dengan memakai lensa objektif kecil ( 10 x ).
8.
Setelah itu sedimen diperiksa dengan memakai lensa
objektif besar ( 40 x ) (Gandasoebrata,
1992 ; Kosasih, 1984 ).
Identifikasi
Sel Darah Merah Dalam Urin
Sel darah merah biasanya tampak
pucat, refragtive, biconcave. Ketika dilihat dibawah mikroskop
sel darah merah tidak memiliki inti. Pada urin yang masih segar, sel darah
merah berwarna pucat. Sedangkan pada urin yang lama, sel darah merah tidak
berwarna. Pada urin yang pekat, sel darah merah menjadi kecil dan mengkerut.
Pada urin yang encer sel darah merah sering tampak besar dan membengkak,
kadang-kadang pecah. Sel darah merah juga harus dibedakan dari sel ragi,
kristal urat. Ragi biasanya terdapat tunas. Kristal ammonium terbentuk pada
jumlah yang banyak dan memiliki ukuran yang besar ( Lehman, 1990 ).
Interpretasi Hasil
Lapangan penglihatan yang
tampak dengan objectif kecil dinamakan lapangan penglihatan kecil atau LPK.
Lapangan penglihatan dengan objektif besar dinamakan lapangan penglihatan besar
atau LPB. Jumlah unsur sedimen yang tampak dilaporkan secara semikuantitatif
yaitu jumlah rata-ratanya per LPK atau per LPB. Jumlah rata-rata sel darah
merah dilaporkan per LPB ( Gandasoebrata, 1992 ).
Pernyataan Hasil
Hitung jumlah sel darah merah
perlapangan pandang pembesaran besar dan hasil
(±) :
( ada ) bila jumlah 0 – 10 sel
(++) :
banyak bila jumlah 10 – 30 sel
(+++) :
banyak sekali bila jumlah diatas 30 sel
(Pusdiklat
Kes, 1983).
METODE
PENELITIAN
Penelitian menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif observasional non eksperimen tentang
perbedaan hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan menggunakan
metode carik celup dan metode mikroskopis.
Tujuan
penelitian untuk mengetahui cara mendapatkan specimen yang akan
digunakan untuk pemeriksaan urine pada
penderita hematuria dan untuk
mengetahui prosedur pemeriksaan urine yang benar dalam mendiagnosa penderita
hematuria.
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua orang yang datang di Laboratorium Klinika Surabaya yang mengalami
hematuria. Pembahasan difokuskan pada perbedaan hasil pemeriksaan
sel darah merah dalam urin dengan metode carik celup dan mikroskopis sebanyak
40 sampel.
Pengambilan data dilakukan di
Laboratorium Klinika Surabaya pada tanggal 22 September – 29 September 2011. Data yang diambil melalui survei pendahuluan
yaitu mempelajari beberapa hasil yang akan diambil berhubungan dengan permasalahan yang ada.
Kemudian dilakukan observasi dan dokumentasi dari hasil yang terpilih. Hal ini
dapt dilihat pada gambar 1.
Data yang terkumpul dilakukan
pengolahan lalu dibuat tabel dengan hasil disejajarkan antara metode carik
celup dan metode mikroskopos yang telah dikonversikan. Kemudian dicatat
perbedaannya dan dijumlahkan masing-masing tingkatan perbedaan.
Gambar
1. Skema Alur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada tulisan ini malakukan penelitian terhadap
pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan menggunakan dua metode
pemeriksaan yaitu metode carik celup dan metode mikroskopik. Penulis
membandingkan hasil kedua metode untuk meneliti adanya perbedaan hasil.
Peneliti dilakukan dengan mengambil data sekunder di Laboratorium Klinika
Surabaya pada tanggal 22 September – 29 September 2010.
Dari data yang diperoleh, menunjukkan bahwa pemeriksaan
sel darah merah dalam urin dengan menggunakan metode carik celup dapat
dilakukan dengan mudah, cepat, dan sensitif. Pada pemeriksaan sel darah merah
dalam urin dengan menggunakan carik celup, tidak terdapat hasil yang negatif
bila spesimen urin memang mengandung sel darah merah walaupun dalam jumlah yang
sedikit. Hal ini ditunjukkan dengan
tidak ada data hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin yang
diperiksa menggunakan metode mikroskopis hasilnya positif, sedangkan hasil
pemeriksaan sel darah merah dalam urin menggunakan metode carik celup hasilnya
negatif. Untuk pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan metode
mikroskopis, membutuhkan ketelitian pemeriksa. Sebab dari data yang diperoleh, sebagian besar hasil pemeriksaan
sel darah merah dalam urin dengan menggunakan metode mikroskopis hasilnya
negatif, tetapi bila diperiksa dengan metode carik celup hasilnya positif. Juga
tidak ditemukan hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin yang diperiksa
dengan kedua metode hasilnya sama negatif.
Dari 40 data yang diperoleh,
terdapat beberapa tingkat perbedaan hasil pemeriksaan sel darah merah dalam
urin dengan menggunakan kedua metode. Dimulai dari perbedaan (+ 1) yaitu
ditemukan pada pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan mikroskopis hasil
negatif sedangkan pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan carik celup
hasilnya (+ 1) sebanyak 4 data, pada pemeriksaan sel darah merah dengan
mikroskopis hasil (+ 1) sedangkan pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan
carik celup hasilnya (+ 2) sebanyak 12 data, juga ditemukan sebanyak 7 data
yang menunjukkan hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan
mikroskopis hasil (+ 2) sedangkan pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan
carik celup hasilnya (+ 3). Untuk perbedaan (+ 2) ditemukan pada hasil
pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan mikroskopis negatif sedangkan
pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan carik celup hasilnya (+ 2)
sebanyak 1 data, hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan mikroskpis
hasil (+ 1) sedangkan pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan carik celup
hasilnya (+ 3) sebanyak 8 data. Perbedaan yang terakhir yaitu perbedaan (+ 3)
pada pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan mikroskopis hasil negatif
sedangkan hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan carik celup
hasilnya (+ 3) sebanyak 1 data.
Walaupun hasil yang didapatkan dari data sebagian besar
terdapat perbedaan, tetapi ada beberapa hasil yang menunjukkan persamaan. Untuk
hasil yang sama (+ 1) ada 2, hasil yang sama (+ 2) ada 2, hasil yang sama (+ 3)
ada 3.
Jika dijumlahkan hasil pemeriksaan sel darah merah dalam
urin terdapat hasil yang sama sebanyak 6, hasil yang berbeda (+ 1) sebanyak 22,
hasil yang berbeda (+ 2) sebanyak 9, dan hasil yang berbeda (+ 3 ) sebanyak 3.
Data-data tersebut bila diprosentase dari 40 data yang ada, diperoleh 15% hasil yang sama, 55% dengan hasil yang
berbeda (+ 1), 22,5% dengan hasil yang berbeda (+ 2), dan 7.5% dengan hasil
yang berbeda (+ 3). Data yang ada dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
Tabel 1
Hasil Pemeriksaan Sel Darah Merah Dalam Urin
Mikroskopik
|
Carik Celup
|
||||
-
|
+ 1
|
+ 2
|
+ 3
|
Jumlah
|
|
-
|
-
|
4
|
1
|
1
|
6
|
+ 1
|
-
|
2
|
12
|
8
|
22
|
+ 2
|
-
|
-
|
2
|
7
|
9
|
+ 3
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
Jumlah
|
-
|
6
|
15
|
19
|
40
|
Tabel 2
Jumlah Persamaan Dan Perbedaan Hasil
Perbedaan
|
Jumlah
|
-
|
6 ( 15 % )
|
+ 1
|
22 ( 55 % )
|
+ 2
|
9 ( 22.5 %
)
|
+ 3
|
3 ( 7.5 %
)
|
Jumlah
|
40 ( 100 %
)
|
Pembahasan
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriftif yang menganalisis data pada saat tertentu
tanpa melakukan perlakuan. Peneliti ini mengambil data sebanyak 40 sampel dari
pasien yang mengalami hematuria yang datang ke Laboratorium Klinika Surabaya
pada tanggal 22 September – 29 September 2010. Peneliti ini mengamati apakah
ada perbedaan antara hasil metode carik celup dengan metode mikroskopis pada
pemeriksaan sel darah merah dalam urin. Dari penelitian ini didapatkan bahwa
hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan menggunakan kedua metode
yaitu carik celup dan mikroskopis ternyata sebagian besar ada perbedaan hasil.
Data tersebut menerangkan bahwa dari 40 sampel yang telah diperiksa dengan
kedua metode tersebut terdapat hasil yang sama hanya berjumlah 6 sedangkan
sisanya menunjukkan perbedaan jasil.
Hasil pemeriksaan sel darah merah
dalam urin dengan menggunakan metode mikroskopis cenderung lebih rendah dari
pada menggunakan metode carik celup. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa
faktor. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan perbedaan hasil yakni berasal
dari penanganan spesimen dan penyimpanan spesimen. Spesimen urin yang telah
dikumpulkan harus segera diperiksa. Dengan menunda pemeriksaan urin setelah
urin dikeluarkan dapat menjadi sumber kesalahan. Karena penyimpanan spesimen
urin yang terlalu lama dapat menyebabkan bahan-bahan berbentuk atau sedimen
urin mulai rusak dalam waktu 2 jam. Fosfat, asam urat, dan garam-garam urat
yang semula larut lalu mengendap yang dapat menyulitkan pemeriksaan mikroskopis
atas bahan-bahan berbentuk yang lain. Sehingga dalam urin yang lama tidak
diperiksa, sel darah merah yang tampak dibawah mikroskop hanya sedikit. Maka
penting dilakukan identifikasi spesimen dari waktu pengumpulan urin sampai
dikirim ke laboratorium. Jika urin terpaksa harus disimpan beberapa lama
sebelum melakuakan pemeriksaan, urin diberi bahan pengawet atau spesimen urin
disimpan pada tabung tertutup lalu disimpan dilemari es untuk menghambat
perubahan susunannya.
Faktor lain yang juga menjadi
penyebab perbedaan hasil pemeriksaan sel darah merah dalam urin yang cenderung
lebih rendah dengan menggunakan metode mikroskopis adalah kepekaan urin. Jika
spesimen urin terlalu encer maka bahan-bahan berbentuk dalam urin akan lisis.
Hal ini sesuai dengan karakteristik sel darah merah yang apabila dimasukkan
kedalam larutan hipertonis maka air dalam sel darah merah akan mengalir keluar
dan mengakibatkan bentuk sel darah merah berkerut seperti berduri. Sebaliknya
apabila sel darah merah dimasukkan kedalam larutan hipotonis, maka air akan
masuk kedalam sel darah merah sehingga sel darah merah akan menggembung atau
dapat pecah. Pada urin yang terlalu encer, sel darah merah banyak yang lisis
dan bila diperiksa dengan menggunakan mikroskopis kesan hasil pemeriksaan sel
darah merah dalam urin cenderung lebih rendah. Dan bila urin tersebut diperiksa
dengan carik celup maka semua sel darah merah baik yang utuh maupun yang lisis
masih dapat terdeteksi, karena mirip pemeriksaan sel darah merah dalam urin
yang menggunakan metode carik celup didasari pada fungsi hemoglobin yang
terdapat pada sel darah merah. Aktifitas peroksidase dari hemoglobin yang mampu
mengkatalisa reagen dari carik celup yaitu diisopropylbenzene
dihydroperoksidase dan 3, 3’, 5, 5’- tetramethylbenzidine yang menghasilkan
perubahan warna menjadi hijau. Sehingga sel darah merah yang lisis masih dapat
terdeteksi oleh carik celup karena masih terdapat hemoglobin.
Penyebab lain yang memegang
peranan penting dalam pemeriksaan sel darah merah dalam urin adalah teknik
laboratorium. Dengan teknik pemeriksaan yang benar maka hasil pemeriksaan dapat
dipercaya, dan bila ada kesalahan teknik dapat mengacaukan hasil. Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan sedimen urin yaitu :
1.
Sebelum melakukan pemeriksaan, semua bahan yang mengendap
harus dicampur lebih dulu dengan cairan yang diatas dengan mengocok urine
tersebut. Bila urin tidak dikocok maka sedimen urin akan tertinggal didasar
botol penampung. Begitu juga bila akan memeriksa sedimen yang telah
disentrifus, harus diresuspensi sebelum diperiksa supaya sedimen tercampur.
2.
Bila cahaya yang masuk mikroskop terlalu terang, unsur
halus tidak terlihat.
3.
Alat-alat yang dipakai termasuk mikroskop harus bersih.
Kotoran kecil pada objek glass, kaca penutup atau diatas lensa mikroskop yang
tidak bersih bisa dikira unsur sedimen.
4.
Volume
urin, kecepatan sentrifus, harus sesuai standar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari
penelitian terhadap pemeriksaan sel darah merah dalam urin yang diperiksa
dengan metode carik celup dan metode mikroskopis pada pasien yang mengalami
hematuria yang periksa di Laboratorium Klinika Surabaya dari tanggal 22
September – 29 September 2011 dapat diketahui bahwa sebagian besar hasil dari
kedua metode terdapat perbedaan. Hal ini dapat dilihat dari prosentase hasil
pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan menggunakan carik celup dan
mikroskopis dari 40 data didapatkan hasil yang sama hanya 15 % sedangkan 85 % terdapat perbedaan hasil.
Hasil
pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan metode mikroskopis selama
peneliti cenderung lebih rendah dari hasil pemeriksaan sel darah merah dalam
urin dengan metode carik celup. Rata-rata satu tingkat perbedaan secara
semikuantitatif lebih rendah mikroskopis dari pada carik celup.
Saran
Mengingat
pentingnya pemeriksaan urin dalam rangka menegakkan diagnosis laboratorium,
maka hasil pemeriksaan harus akurat. Untuk memperoleh hasil yang akurat, harus
diperhatikan hal-hal yang dapat mengacaukan hasil. Bagi para teknisi
laboratorium harus mengupayakan agar teknik pemeriksaan yang dilakuakan sesuai
dengan standar dan mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil.
Kedua
metode pemeriksaan sel darah merah dalam urin dengan carik celup dan
mikroskopis dapat digunakan bersamaan untuk saling melengkapi. Setelah spesimen
urin diperiksa dengan menggunakan carik celup, lalu diperhatikan bahan-bahan
berbentuk dalam urin melalui pengamatan mikroskopis.
Pemeriksaan
sel darah merah dalam urin dengan metode mikroskopis untuk meyakinkan bahwa
didalam urin memang terdapat sel darah merah dan juga bisa mengamati
unsur-unsur lain yang tidak dapt dilakukan oleh metode carik celup, seperti
parasit, kristal, silinder, benda lemak, amorf ( asam urat, fosfat ).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,Multiple Reagent Strips for
Urinalysis, Bayer Diagnostics,
2001
Blood
In Urine (Cont.) in WWW Medicine Net Com,2005
Donoseputro,
M. , Suhadi, B. ,2OO3
. Pemeriksaan Urin Umum dan Pemeriksaan
Urin Sebagai Suatu Pembantu Dalam Diagnostik Penyakit Ginjal, PT Rajawali Nusindo, Jakarta, Hal 5
– 26.
Gandasoebrata, R. 2000. Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat,
Jakarta, Hal 82 – 83, 111 – 116.
Hoffbrand, A.V, Pettit, J. E,2001.
Kapita Selekta Hematologi (
Essential Haematologi ), Edisi 2, EGC, Jakarta,
Hal 8.
Kosasih, E. N, DR, 2004. Urinalisis Dalam Praktek, Cetakan
Ketiga, Alumni, Bandung, Hal 23 – 32.
Lehman,
R.,2005.
Modern Urine Chemistry, Cetakan
Ketujuh. Inc, Miles, Hal
13 – 85.
Price,
A. S, Wilson, M. L, 2001.
Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit,
Edisi 4, EGC, Jakarta, Hal 102 – 103.
PUSDIKLAT KES,2000. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Klinik,
Edisi 1. Depkes, Jakarta.
Ravel,
R. , 2004.
Clinical Laboratory Medicine, Edisi
3, Year Book Medical INC, Chicago
London, Hal 111 – 118.
Smith,
R. D, 2006.
General Urologi, Lange Medical
Publication, California, Hal 41 – 42.
Subowo,2007. Histologi Umum,
Cetakan pertama, Bumi Aksara, Jakarta, Hal 102 – 104.
Widmann, K. F, 2000. Tinjauan klinis atas hasil Pemeriksaan Laboratorium
Terjemahan oleh Siti Boedina Kresno, R. Gandasoebrata, J. Latu ), Edisi 9, EGC,
Jakarta, Hal 519 – 524.