Gambaran Jumlah Urin Vol.1 No.2 Edit


GAMBARAN JUMLAH LEUKOSIT DALAM SEDIMEN URIN DAN HASIL KULTUR URIN PADA PASIEN YANG DIDIAGNOSIS INFEKSI SALURAN KEMIH  DI RUMAH SAKIT UROLOGI DAN BEDAH
“Dr. BENGGOL” MALANG
Oleh
Roihatul Mutiah
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang

INTISARI

Tujuan dari penelitian yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang hasil laboratorium leukosit dalam sedimen urin dan kultur urin pada pemeriksaan yang didiagnosis infeksi saluran kemih di laboratorium klinik RS. Urologi Dan Bedah    “ Dr. Benggol” Malang. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif observasional non eksperimental dengan memberikan gambaran tentang pemeriksaan laboratorium mengenai jumlah lekosit dalam sedimen urin dan hasil kultur urin pada pasien yang didiagnosis ISK  berdasarkan  klinis di laboratorium klinik Rumah Sakit Urologi dan Bedah “Dr.Benggol” Malang
Dari data pasien yang didiagnosis ISK di Rumah Sakit Urologi Dan Bedah “Dr. Benggol” Malang, sebanyak 50 pasien didapatkan hasil kultur urin positif baik jumlah leukosit normal maupun meningkat, ISK yang sesungguhnya ternyata hanya 38 pasien (76%) dan sisanya 12 pasien (24%) tidak ditemukan kuman pada hasil kultur urinnya atau steril.

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah episode bakteriuria signifikan (yaitu infeksi dengan jumlah koloni > 100.000 mikroorganisme tunggal per ml) yang mengenai saluran kemih bagian atas (pielonefritis, abses ginjal) atau bagian bawah (sistitis) atau keduanya.( Pierce AG, dkk. 2006 : 166 - 167)
            Infeksi Saluran Kemih dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dari semua umur. Perbandingan yang terkena ISK antara orang dewasa wanita danpria dewasa berkisar 10 : 1 sampai 50 : 1. ISK terjadi karena ada bakteri yang masuk dari luar melalui uretra naik ke atas ke kandung kemih. Lebih sering ISK terjadi pada wanita, karena uretranya lebih pendek dari pada uretra pria, maka jarak tempuh bakteri lebih pendek pada wanita yang masih aktif melakukan hubungan seks maka bakteri lebih sering masuk kedalam saluran kemih pada saat berhubungan seks. Sedangkan pada wanita yang tidak haid (menopouse) karena hormon estrogen berkurang, maka berbagai jaringan menjadi lebih tipis dan rapuh sehingga lebih mudah terinfeksi. (Nico, dkk. 2004 : 36 - 40)

1
 
ISK bisa menjadi awal dari gagal ginjal. Diperkirakan hampir sepertiga sampai setengah jumlah manusia pernah menderita ISK. Di Amerika Serikat ISK menyerang 21 persen wanita dewasa setiap tahunnya, dan 2-4 persen diantaranya kurang beruntung karena mengalami infeksi yang terjadi secara terus-menerus. Lebih dari 5 juta wanita setiap tahunnya mengunjungi dokter karena ganggguan infeksi saluran kemih yang umumnya tidak terkontrol dan dapat berkembang menjadi peradangan pada kandung kemih. Walaupun ISK ini di terapi dengan antibiotika, sebagian pasien mengalami kondisi yang semakin parah menjadi kandung kemih dan infeksi ginjal, dengan konsekuensi yang serius.(Alam S, dkk. 2007 : 29 - 30)
Organisme penyebab terjadinya ISK umunnya adalah basil gram negatif  dan staphylococcus epidermidis kemampuan untuk melekat ke permukaan mukosa saluran kemih oleh Escherichia coli disebabkan oleh beberapa serotipe yang memiliki antigen permukaan tertentu (antigen K), yang tampaknya memberikan perlindungan terhadap fagosit strain tertentu proteus sering terjadi patogen saluran kemih karena memiliki pili yang memungkinkan mereka melekat ke epitel penjamu. Dengan demikian, bakteri ini lebih sulit terlepas, cepat naik ke ureter dan menyebabkan pielonefritis.(Dinar G, dkk. 2003 : 166, 167)
Manifestasi klinis ISK meliputi rasa panas saat kencing, frekuensi urgensi, urin keruh, hematura dan inkontinensia. Urin berubah berwarna gelap dan baunya menyengat. Pemeriksaan bakteriologik pada penderita ISK mempunyai arti yang penting baik dari segi diagnostik maupun untuk pengontrolan terapinya. Walaupun telah disepakati bahwa spesimen urin yang terbaik adalah yang berasal dari suprapubik aspiration (SPA), tapi dalam batas-batas tertentu urine yang berasal dari midstream urine (MSU) masih tetap merupakan bahan pemeriksaan dengan realibilitas yang tinggi, kalau prosedur pengambilan, penampungan dan pengirimannya ke laboratorium memenuhi syarat-syarat tertentu. Yang harus dipertimbangkan ialah bagaimana cara yang terbaik untuk menafsirkan hasil, jumlah leukosit dalam sedimen urin dan kultur urin yang positif maupun negatif.(Charlene JR ,dkk. 2001 : 210,211)
Pengobatan ISK dapat dilakukan dengan antibiotika yang sesuai berdasarkan hasil kultur urin dan obati penyebab yang mendasari (misalnya hilangkan obstruksi). ( Pierce AG, dkk. 2006 : 166 - 167)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui dalm bentuk prosentase jumlah leukosit dalam sedimen urin dan hasil kultur urin pada pasien yang didiagnosis infeksi saluran kemih di laboratorium klinik RS. Urologi Dan Bedah “ Dr. Benggol” Malang.

Tinjauan Pustaka
Infeksi  saluran  kemih  (ISK)  adalah  infeksi  yang  terjadi  akibat terbentuknya      koloni  kuman  di  saluran  kemih. (Rani HAA, dkk.2004 : 19) Beberapa  istilah  yang  sering digunakan dalam klinis mengenai ISK (Purnomo BB. 2008 : 24)  

Etiologi
         Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya  menghuni  usus  kemudian  naik  ke  sistem  saluran  kemih.
Bermacam-macam mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut : (Pattman R, dkk. 2005 : 3)

Tabel 1 Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK
No.
Mikroorganisme
Persentase biakan (%)
1.
Escherichia coli 
50-90
2.
Klebsiela atau enterobacter 
10-40
3.
Proteus sp 
5-10
4.
Pseudomonas aeroginosa 
2-10
5.
Staphylococcus epidermidis 
2-10
6.
Enterococci 
2-10
7.
Candida albican 
1- 2
8.
Staphylococcus aureus 
    1- 2

         Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan  Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang dapat  menyebabkan  ISK  melalui  cara  hematogen  adalah  brusella,  nocardia, actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa. (Gardjito, dkk. 2005 : 98)
          Candida  sp  merupakan  jamur  yang  paling  sering  menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien diabetes melitus, atau pasien  yang  mendapat  pengobatan  antibiotik  berspektrum  luas.  Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen. ( Tessy A, dkk. 2001 : 44)

Patogenesis Infeksi Saluran Kemih
Sejauh  ini  diketahui  bahwa  saluran  kemih  atau  urin  bebas  dari mikroorganisme  atau  steril.  Infeksi  saluran  kemih  terjadi  pada  saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di dalam media urin.
         Sebagian  besar  mikroorganisme  memasuki  saluran  kemih melalui  cara ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium penis, kulit  perineum,  dan  sekitar  anus.  Mikroorganisme  memasuki  saluran  kemih melalui uretra – prostat – vas deferens – testis (pada pria) – buli-buli – ureter dan sampai ke ginjal.


Gambar 1 Masuknya  kuman  secara  ascending  ke  dalam  saluran  kemih.
Keterangan:
1.      kolonisasi kuman di sekitar uretra,
2.      masuknya kuman melaui uretra  ke  buli-buli, 
3.      penempelan  kuman  pada  dinding  buli-buli,
4.      masuknya kuman melaui ureter ke ginjal. (Purnomo BB. 2008 : 24)  

Diagnosis
Gambaran klinis
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat. (Ronald AS, dkk. 2001 : 428 - 429) Gejala yang sering timbul ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan, disertai  nyeri  suprapubik  dan  daerah  pelvis. 
Gejala  klinis  ISK  sesuai  dengan bagian saluran kemih yang  terinfeksi, yaitu : (Sukandar E. 2006 : 32)
a.         Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra pubik, disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria
b.        Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri punggung, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan.


                 Gambar 2 Hubungan antara lokasi infeksi dengan gejala klinis. (Sukandar E. 2006 : 32)

Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah : ( Tessy A, dkk. 2001 : 44)
-  Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai
-  Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karenan itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan untuk berbagai bentuk yang berbeda dari ISK, antara lain :
-  Pengobatan dosis tunggal
-  Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
-  Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
-  Pengobatan profilaksis dosis rendah
-  Pengobatan supresif. ( Tessy A, dkk. 2001 : 44)

Infeksi saluran kemih berulang
Untuk penanganan ISK berulang dapat dilihat pada gambar berikut : (Rani HAA, dkk. 2006 : 26)


Gambar 3.Penanganan ISK berulang
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran kemih, okstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisistem, gangguan fungsi ginjal. (Rani HAA, dkk.2004 :19)

Pencegahan
Berikut beberapa cara untuk mencegah ISK: (Kumala W. 2006 : 79)
a.    Banyak minum air putih untuk mendorong bakteri keluar 
b.    Jangan menahan buang air kecil, segeralah buang air kecil saat terasa 
c.    Basuh kemaluan dari arah depan ke belakang, bukan sebaliknya 
d.    Segera buang air kecil setelah berhubungan seksual 
e.    Menggunakan pelicin/lubrikasi saat berhubungan seksual apabila cairan vagina terlalu sedikit
f.      Jika anda menderita infeksi saluran kemih berulang maka hindari penggunaan alat kontrasepsi diafragma. Sebaiknya konsultasi dengan dokter untuk memilih alat kontrasepsi yang lain.

METODE PENELITIAN

            Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif observasional non eksperimental dengan memberikan gambaran tentang pemeriksaan laboratorium mengenai jumlah lekosit dalam sedimen urin dan hasil kultur urin pada pasien yang didiagnosis ISK  berdasarkan  klinis di laboratorium klinik Rumah Sakit Urologi dan Bedah “Dr.Benggol” Malang.
Populasi dalam penelitian ini adalah data pasien sebanyak 50 orang yang telah didiagnosis ISK berdasarkan klinis melalui pemeriksaaan laboratorium di laboratorium klinik Rumah Sakit Urologi dan Bedah “Dr. Benggol” Malang pada bulan Januari sampai Agustus 2010


Teknik Kerja
Sampel yang diambil dengan cara menampung urin ke dalam pot urine steril, dengan volume lebih kurang separo pot (Mid Stream/arus tengah) yang biasanya dilakukan pada orang dewasa. Sampel dapat juga diambil dengan menusukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra (kateterisasi)  biasanya di lakukan pada orang sakit. Disamping itu, pengambilan sampel urine juga dapat dilakukan secara langsung dari kandung kemih (supra pubik) dan biasanya dilakukan pada bayi dan anak-anak. (Kumala W. 2006 : 79)
Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel diantara lain:
a)    Pot urine steril
b)   Spuit steril 5 cc
c)    Kapas alkohol
d)   Media Transport dalam botol
e)    Label yang sudah diisi dengan identitas pasien (nama lengkap, tanggal dan jam mulai inkubasi)

HASIL DAN PEMBAHSAN
Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien yang didiagnosis ISK, jumlah leukosit dalam sedimen urin dan hasil kultur urin di Rumah Sakit Urologi dan Bedah “Dr. Benggol” Malang, hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

       Tabel 2  Dari 50 pasien yang didiagnosa ISK didapatkan gambaran sebagai   berikut
             Hasil Kultur Urin
                             
Jumlah Leukosit

      Negatif

     Positif
              Normal

     8 Pasien
       (16%)
  15 pasien
     (30%)
            Meningkat

     4 pasien
        (8%)
   23 pasien
      (46%)
            Sumber Data: RS. Urologi & Bedah “Dr.Benggol”Malang




Tabel 3 Distribusi jenis kelamin dan umur pasien, pada kelompok dengan leukosit meningkat, hasil kultur urin positif dari 23 pasien   Jenis Kelamin
                                        Laki - Laki
Perempuan

       7 pasien


       16 pasien
Uraian:

Tabel  4: Umur

< 18 th
18 - 45 th
> 45 th

     1 pasien


    10 pasien

   12 pasien

Uraian:

Tabel 5. Jenis bakteri pada hasil kultur urin yang positif  dari 38 pasien
No.
Jenis Bakteri
Jumlah pasien
Prosentase
1
Escherichia coli
17 pasien
44,74%
2
Staphylococcus koagulase (-)
9 pasien
23,68 %
3
Enterobacter gergoviae
3 pasien
7,89 %
4
Staphylococcus aureus
2 pasien
5,26 %
5
Salmonella arizonae
2 pasien
5,26 %
6
Salmonella spp
1 pasien
2,63 %
7
Enterobacter cloacae
1 pasien
2,63 %
8
Klebsiella pneumoniae
1 pasien
2,63 %
9
Pseudomonas pseudomallei
1 pasien
2,63 %
10
Aeromonas hydrophila
1 pasien
2,63 %

Uraian:
Prosentase jenis bakteri mulai dari yang terbanyak pada hasil kultur urin positif dari 38 pasien sebagai berikut:


g. Prosentase Enterobacter cloacae = 2,63 %
h. Prosentase Klebsiella pneumoniae = 2,63 %
i. Prosentase Pseudomonas pseudomallei = 2,63 %
j. Prosentase Aeromonas hydrophila = 2,63 %

Pembahasan
Berdasarkan data pasien yang didiagnosis ISK di Rumah Sakit Urologi Dan Bedah “Dr. Benggol” Malang, sebanyak 50 pasien. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil kultur urin positif baik jumlah leukosit normal maupun meningkat, ISK yang sesungguhnya ternyata hanya 38 pasien (76%). Sisanya sebanyak 12 pasien (24%) tidak ditemukan kuman pada hasil kultur urinnya.
            Distribusi jenis kelamin pada 23 pasien yang jumlah leukosit dalam sedimen urinnya meningkat dan  hasil kultur urinnya positif dapat dikatakan bahwa perempuanlah yang lebih rentan terinfeksi saluran kemih daripada laki-laki. Terbukti ada 16 pasien perempuan (69,57%) dan 7 pasien laki-laki (30,43%). Hal ini karena uretra perempuan lebih pendek dari pada uretra pria. (Charlene JR, dkk. 2001 : 210, 212)
            Sedangkan faktor usia lebih rentan   umur  45 tahun ke atas. Berdasarkan tabel 4.2b ada 12 pasien (52,17%) dari 23 pasien yang dinyatakan jumlah leukosit dalam sedimen urinnya meningkat dan hasil kultur urinnya positif.  Pada wanita yang tidak haid (menopouse) karena hormon estrogen berkurang, maka berbagai jaringan menjadi lebih tipis dan rapuh sehingga lebih mudah terinfeksi. (Nico, dkk. 2004 : 36 - 40)
            Perlu diketahui bahwa jenis bakteri terbanyak pada penelitian ini yang menjadi penyebab ISK adalah Escherichia coli  sebanyak 17 pasien (44,74%). Selain  karena  bakteri,  faktor  lain  yang  dapat  meningkatkan  resiko terjadinya ISK antara lain diabetes melitus, kehamilan, menopause, batu ginjal, memiliki banyak pasangan dalam aktivitas seksual, penggunaan diafragma sebagai alat kontrasepsi, inflamasi atau pembesaran pada prostat kelainan pada uretra, immobilitas, kurang masukan cairan, dan kateterisasi urin. (Dinar G, dkk.2003 : 166, 167)
            Maka dari itu pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan bakteriologik pada urin pasien ISK sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan pasien dapat melakukan pengobatan secara tepat.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari data pasien yang didiagnosis ISK di Rumah Sakit Urologi Dan Bedah “Dr. Benggol” Malang, sebanyak 50 pasien didapatkan hasil kultur urin positif baik jumlah leukosit normal maupun meningkat, ISK yang sesungguhnya ternyata hanya 38 pasien (76%) dan sisanya 12 pasien (24%) tidak ditemukan kuman pada hasil kultur urinnya atau steril.
Saran
a)        Diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar bagi para peneliti untuk pengembangan penelitian.
b)        Penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu jumlah sampel yang digunakan masih sedikit, untuk hasil yang lebih baik dan tajam perlu dilakukan penelitian yang sama dengan populasi sampel yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

Alam S, Iwan H. 2007. Informasi Lengkap Untuk Penderita Dan Keluarganya “Gagal Ginjal”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 29-30
Anonim. 2008. Tips Mencegah Infeksi Saluran Kemih. Diambil dari: http://www. familydoctor.org. Pada Tanggal 30 September 2010
Baradero M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC. Halaman 23, 24
Charlene JR, Gayle R, Robin L. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi I. Jakarta: Salemba Medica. Halaman 210-212
Davey P. 2005. At Glance Medica. Jakarta: Erlangga. Halaman 265
Dinar G, Christine B. 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Jarta: EGC Kedokteran. Halaman 166-167                                                                                                                               
Fauci AS, Kesper DL, Longo DL et all. 2008. Horrison’s Principle Of Internal Medicine 17th Edition. USA: The Mc Graw - Hill Companies. Hal  112
Farlex. 2010. Definitom of Urine Culture. Diambil dari: http://medical_dictionary.the free dictionary.com/ urine+culture. Pada Tanggal 15 September 2010.
Gardjito W, Puruhito, Iwan A et all. 2005. Saluran Kemih Dan Alat Kelamin Lelaki Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC. Halaman 98
Hecht F, Shiel WC. Urinary Tract Infection. Diambil dari: http://www.emedicinehealth.com/Urinary tract innfection/article em.htm%23 Urinary%2520 Tract%2520 infection%2520 overview.htm. Pada Tanggal 15 September 2010.
Kumala, W. 2006. Diagnosis Laboratorium Mikrobiologi Klinik. Jakarta: Universitas Trisakti. Halaman 79
Lubis S, Syah R, Djohan EU, Harun YRL. 2001. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK) Di Sumatera Utara. Medan: Bagian Mikrobiologi, Bagian IPD Fakultas Kedokteran USU. Halaman 58
Liza.2006. Buku Saku Ilmu Penyakit Dalam Edisi I. Jakarta: FKUI. Halaman 33
Nico AL, K.Nefro dkk. 2004. Kenali Jenis Penyakit Dan Cara Penyembuhannya. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Halaman 36-40
Notoadmojo S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 70, 79, 138
Pattman R, Snow M, Hardy P et all. 2005. Oxford Handbook Of Genitourinary Medicine, HIV, and AIDS 1st Edition. Newcastle: Oxford University Press. Halaman 3
Pierce AG, Neil RB.2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: Erlangga. Halaman 166-167
Purnomo BB. 2008. Dasar- Dasar Urologi Edisi II. Jakarta: Sagung Seto. Hal 24
Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et all. 2004. Panduan Pelayanan Medik Dalam Edisi 2004. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. Halaman 19
Rani HAA, Soegondo S, Masir AU et all. 2006. Panduan Pelayanan Medik - Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Edisi 2004. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. Halaman 26
Riswanto. 2010. Urinalisis 2(Analisis Mikroskopik). Diambil dari: http://Lab Kesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-2-analisis mikroskopik.html. Pada Tanggal 15 September 2010.
Ronald AS, Richard AMP. 2001. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta: EGC Kedokteran. Halaman 428-429
Sukandar E. 2006. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit IPD FKUI. Halaman 32
Suprayudi M. 2007. Diktat Kuliah Bakteriologi III. Malang: Akademi Analis Kesehatan Malang. Halaman 14, 15
Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI. Halaman  44
Wirawan R, Immanuel S, Dharma R. 2003. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin. Jakatra: Bagian Patologi Klinik FKUI. Halaman 37
Widayati A, Wirawan IPE, Kuharwanti AMW. 2005. Kesesuaian Pemilihan Antibiotika Dengan Hasil Kultur Dan Uji Sensitivitas Serta Efektivitasnya Berdasrkan Parameter Angka Leukosit Urin Pada PsienISK Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Juli-Desember 2004). Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Halaman 3