GAMBARAN JUMLAH LEUKOSIT DALAM SEDIMEN
URIN DAN HASIL KULTUR URIN PADA PASIEN YANG DIDIAGNOSIS INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUMAH SAKIT UROLOGI DAN BEDAH
“Dr. BENGGOL” MALANG
Oleh
Roihatul Mutiah
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan
Malang
INTISARI
Tujuan dari penelitian yaitu untuk mendapatkan
gambaran tentang hasil laboratorium leukosit dalam sedimen urin dan kultur urin
pada pemeriksaan yang didiagnosis infeksi saluran kemih di laboratorium klinik
RS. Urologi Dan Bedah “ Dr. Benggol”
Malang. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif observasional
non eksperimental dengan memberikan gambaran tentang pemeriksaan laboratorium
mengenai jumlah lekosit dalam sedimen urin dan hasil kultur urin pada pasien
yang didiagnosis ISK berdasarkan klinis di laboratorium klinik Rumah Sakit
Urologi dan Bedah “Dr.Benggol” Malang
Dari
data pasien yang didiagnosis ISK di Rumah Sakit Urologi Dan Bedah “Dr. Benggol”
Malang, sebanyak 50 pasien didapatkan hasil kultur urin positif baik jumlah
leukosit normal maupun meningkat, ISK yang sesungguhnya ternyata hanya 38
pasien (76%) dan sisanya 12 pasien (24%) tidak ditemukan kuman pada hasil
kultur urinnya atau steril.
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah episode bakteriuria
signifikan (yaitu infeksi dengan jumlah koloni > 100.000 mikroorganisme
tunggal per ml) yang mengenai saluran kemih bagian atas (pielonefritis, abses
ginjal) atau bagian bawah (sistitis) atau keduanya.( Pierce AG, dkk. 2006 : 166
- 167)
Infeksi
Saluran Kemih dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dari semua umur.
Perbandingan yang terkena ISK antara orang dewasa wanita danpria dewasa
berkisar 10 : 1 sampai 50 : 1. ISK terjadi karena ada bakteri yang masuk dari
luar melalui uretra naik ke atas ke kandung kemih. Lebih sering ISK terjadi
pada wanita, karena uretranya lebih pendek dari pada uretra pria, maka jarak
tempuh bakteri lebih pendek pada wanita yang masih aktif melakukan hubungan
seks maka bakteri lebih sering masuk kedalam saluran kemih pada saat
berhubungan seks. Sedangkan pada wanita yang tidak haid (menopouse) karena hormon estrogen berkurang, maka berbagai jaringan
menjadi lebih tipis dan rapuh sehingga lebih mudah terinfeksi. (Nico, dkk. 2004
: 36 - 40)
|
Organisme penyebab terjadinya ISK umunnya adalah basil
gram negatif dan staphylococcus epidermidis kemampuan untuk melekat ke permukaan
mukosa saluran kemih oleh Escherichia
coli disebabkan oleh beberapa serotipe yang memiliki antigen permukaan
tertentu (antigen K), yang tampaknya memberikan perlindungan terhadap fagosit
strain tertentu proteus sering
terjadi patogen saluran kemih karena memiliki pili yang memungkinkan mereka
melekat ke epitel penjamu. Dengan demikian, bakteri ini lebih sulit terlepas,
cepat naik ke ureter dan menyebabkan pielonefritis.(Dinar G, dkk. 2003 : 166,
167)
Manifestasi klinis ISK meliputi rasa panas saat kencing,
frekuensi urgensi, urin keruh, hematura dan inkontinensia. Urin berubah
berwarna gelap dan baunya menyengat. Pemeriksaan bakteriologik pada penderita
ISK mempunyai arti yang penting baik dari segi diagnostik maupun untuk
pengontrolan terapinya. Walaupun telah disepakati bahwa spesimen urin yang
terbaik adalah yang berasal dari suprapubik
aspiration (SPA), tapi dalam batas-batas tertentu urine yang berasal dari midstream urine (MSU) masih tetap
merupakan bahan pemeriksaan dengan realibilitas yang tinggi, kalau prosedur
pengambilan, penampungan dan pengirimannya ke laboratorium memenuhi
syarat-syarat tertentu. Yang harus dipertimbangkan ialah bagaimana cara yang
terbaik untuk menafsirkan hasil, jumlah leukosit dalam sedimen urin dan kultur
urin yang positif maupun negatif.(Charlene JR ,dkk. 2001 : 210,211)
Pengobatan ISK dapat dilakukan dengan antibiotika yang
sesuai berdasarkan hasil kultur urin dan obati penyebab yang mendasari
(misalnya hilangkan obstruksi). ( Pierce AG, dkk. 2006 : 166 - 167)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin
mengetahui dalm bentuk prosentase jumlah leukosit dalam sedimen urin dan hasil
kultur urin pada pasien yang didiagnosis infeksi saluran kemih di laboratorium
klinik RS. Urologi Dan Bedah “ Dr. Benggol” Malang.
Tinjauan Pustaka
Infeksi
saluran kemih (ISK)
adalah infeksi yang
terjadi akibat terbentuknya koloni
kuman di saluran
kemih. (Rani HAA, dkk.2004 : 19) Beberapa istilah
yang sering digunakan dalam
klinis mengenai ISK (Purnomo BB. 2008 : 24)
Etiologi
Penyebab
terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni
usus kemudian naik
ke sistem saluran
kemih.
Bermacam-macam
mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain dapat dilihat pada tabel
berikut : (Pattman R, dkk. 2005 : 3)
Tabel 1 Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK
No.
|
Mikroorganisme
|
Persentase
biakan (%)
|
1.
|
Escherichia coli
|
50-90
|
2.
|
Klebsiela atau enterobacter
|
10-40
|
3.
|
Proteus sp
|
5-10
|
4.
|
Pseudomonas aeroginosa
|
2-10
|
5.
|
Staphylococcus epidermidis
|
2-10
|
6.
|
Enterococci
|
2-10
|
7.
|
Candida albican
|
1- 2
|
8.
|
Staphylococcus aureus
|
1- 2
|
Jenis
kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu
saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada pasien
yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui
jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang
dapat menyebabkan ISK
melalui cara hematogen
adalah brusella, nocardia, actinomises,
dan Mycobacterium tubeculosa.
(Gardjito, dkk. 2005 : 98)
Candida
sp merupakan
jamur yang paling
sering menyebabkan ISK terutama
pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien diabetes melitus, atau
pasien yang mendapat
pengobatan antibiotik berspektrum
luas. Jenis Candida yang paling
sering ditemukan adalah Candida albican
dan Candida tropicalis. Semua jamur
sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen. ( Tessy A, dkk. 2001 :
44)
Patogenesis Infeksi Saluran Kemih
Sejauh ini diketahui
bahwa saluran kemih
atau urin bebas
dari mikroorganisme atau steril.
Infeksi saluran kemih
terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran
kemih dan berkembangbiak di dalam media urin.
Sebagian besar
mikroorganisme memasuki saluran
kemih melalui cara ascending. Kuman penyebab ISK pada
umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara
komensal di introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum,
dan sekitar anus.
Mikroorganisme memasuki saluran
kemih melalui uretra – prostat – vas deferens – testis (pada pria) –
buli-buli – ureter dan sampai ke ginjal.
Gambar 1 Masuknya kuman
secara ascending ke dalam
saluran kemih.
Keterangan:
1.
kolonisasi kuman
di sekitar uretra,
2.
masuknya kuman melaui
uretra ke buli-buli,
3.
penempelan kuman
pada dinding buli-buli,
4.
masuknya kuman
melaui ureter ke ginjal. (Purnomo BB. 2008 : 24)
Diagnosis
Gambaran
klinis
Gambaran
klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga
menunjukkan gejala yang sangat berat. (Ronald AS, dkk. 2001 : 428 - 429) Gejala
yang sering timbul ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang
biasanya terjadi bersamaan, disertai
nyeri suprapubik dan
daerah pelvis.
Gejala klinis
ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu : (Sukandar E. 2006 : 32)
a.
Pada ISK bagian
bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra pubik, disuria, frekuensi,
hematuri, urgensi, dan stranguria
b.
Pada ISK bagian
atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri punggung, muntah, skoliosis,
dan penurunan berat badan.
Gambar
2 Hubungan antara lokasi infeksi dengan gejala klinis. (Sukandar E. 2006 : 32)
Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih
Prinsip umum
penatalaksanaan ISK adalah : ( Tessy A, dkk. 2001 : 44)
-
Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai
-
Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan
menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria,
mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan
pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang
minimal. Oleh karenan itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK,
keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya. Bermacam
cara pengobatan yang dilakukan untuk berbagai bentuk yang berbeda dari ISK,
antara lain :
-
Pengobatan dosis tunggal
-
Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
-
Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
-
Pengobatan profilaksis dosis rendah
- Pengobatan supresif. ( Tessy A, dkk. 2001 :
44)
Infeksi saluran kemih berulang
Untuk
penanganan ISK berulang dapat dilihat pada gambar berikut : (Rani HAA, dkk.
2006 : 26)
Gambar 3.Penanganan ISK berulang
Gambar 3.Penanganan ISK berulang
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran
kemih antara lain batu saluran kemih, okstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi
kuman yang multisistem, gangguan fungsi ginjal. (Rani HAA, dkk.2004 :19)
Pencegahan
Berikut beberapa cara untuk mencegah
ISK: (Kumala W. 2006 : 79)
a.
Banyak minum air putih untuk mendorong
bakteri keluar
b.
Jangan menahan buang air kecil, segeralah
buang air kecil saat terasa
c.
Basuh kemaluan dari arah depan ke
belakang, bukan sebaliknya
d.
Segera buang air kecil setelah berhubungan
seksual
e. Menggunakan
pelicin/lubrikasi saat berhubungan seksual apabila cairan vagina terlalu
sedikit
f. Jika anda
menderita infeksi saluran kemih berulang maka hindari penggunaan alat
kontrasepsi diafragma. Sebaiknya konsultasi dengan dokter untuk memilih alat
kontrasepsi yang lain.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah desain
deskriptif observasional non eksperimental dengan memberikan gambaran tentang
pemeriksaan laboratorium mengenai jumlah lekosit dalam sedimen urin dan hasil
kultur urin pada pasien yang didiagnosis ISK
berdasarkan klinis di
laboratorium klinik Rumah Sakit Urologi dan Bedah “Dr.Benggol” Malang.
Populasi dalam penelitian ini adalah data pasien
sebanyak 50 orang yang telah didiagnosis ISK berdasarkan klinis melalui
pemeriksaaan laboratorium di laboratorium klinik Rumah Sakit Urologi dan Bedah
“Dr. Benggol” Malang pada bulan Januari sampai Agustus 2010
Teknik Kerja
Sampel yang diambil dengan cara menampung urin ke
dalam pot urine steril, dengan volume lebih kurang separo pot (Mid Stream/arus
tengah) yang biasanya dilakukan pada orang dewasa. Sampel dapat juga diambil dengan
menusukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra (kateterisasi) biasanya di lakukan pada orang sakit.
Disamping itu, pengambilan sampel urine juga dapat dilakukan secara langsung
dari kandung kemih (supra pubik) dan biasanya dilakukan pada bayi dan
anak-anak. (Kumala W. 2006 : 79)
Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel diantara
lain:
a) Pot urine steril
b) Spuit steril 5 cc
c) Kapas alkohol
d) Media Transport dalam botol
e) Label yang sudah diisi dengan identitas pasien (nama
lengkap, tanggal dan jam mulai inkubasi)
HASIL DAN PEMBAHSAN
Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien yang
didiagnosis ISK, jumlah leukosit dalam sedimen urin dan hasil kultur urin di
Rumah Sakit Urologi dan Bedah “Dr. Benggol” Malang, hasilnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2 Dari 50 pasien yang didiagnosa ISK didapatkan
gambaran sebagai berikut
Jumlah
Leukosit
|
Negatif
|
Positif
|
Normal
|
8 Pasien
(16%)
|
15
pasien
(30%)
|
Meningkat
|
4 pasien
(8%)
|
23 pasien
(46%)
|
Sumber Data: RS. Urologi & Bedah “Dr.Benggol”Malang
Uraian:
Tabel 3 Distribusi jenis kelamin dan
umur pasien, pada kelompok dengan leukosit meningkat, hasil kultur urin positif
dari 23 pasien Jenis Kelamin
Laki - Laki
|
Perempuan
|
7 pasien
|
16 pasien
|
Uraian:
Tabel 4: Umur
< 18 th
|
18 - 45 th
|
> 45 th
|
1 pasien
|
10 pasien
|
12 pasien
|
Tabel 5. Jenis bakteri pada hasil kultur
urin yang positif dari 38 pasien
No.
|
Jenis
Bakteri
|
Jumlah
pasien
|
Prosentase
|
1
|
Escherichia coli
|
17
pasien
|
44,74%
|
2
|
Staphylococcus koagulase (-)
|
9
pasien
|
23,68 %
|
3
|
Enterobacter gergoviae
|
3
pasien
|
7,89 %
|
4
|
Staphylococcus aureus
|
2
pasien
|
5,26 %
|
5
|
Salmonella arizonae
|
2
pasien
|
5,26
%
|
6
|
Salmonella spp
|
1
pasien
|
2,63
%
|
7
|
Enterobacter cloacae
|
1
pasien
|
2,63
%
|
8
|
Klebsiella pneumoniae
|
1
pasien
|
2,63
%
|
9
|
Pseudomonas pseudomallei
|
1
pasien
|
2,63
%
|
10
|
Aeromonas hydrophila
|
1
pasien
|
2,63
%
|
Uraian:
Prosentase
jenis bakteri mulai dari yang terbanyak pada hasil kultur urin positif dari 38
pasien sebagai berikut:
g. Prosentase
Enterobacter cloacae = 2,63 %
h.
Prosentase Klebsiella pneumoniae = 2,63
%
i.
Prosentase Pseudomonas pseudomallei = 2,63
%
j.
Prosentase Aeromonas hydrophila = 2,63
%
Pembahasan
Berdasarkan data pasien yang didiagnosis ISK di Rumah
Sakit Urologi Dan Bedah “Dr. Benggol” Malang, sebanyak 50 pasien. Setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil kultur urin positif baik
jumlah leukosit normal maupun meningkat, ISK yang sesungguhnya ternyata hanya
38 pasien (76%). Sisanya sebanyak 12 pasien (24%) tidak ditemukan kuman pada
hasil kultur urinnya.
Distribusi jenis kelamin pada 23
pasien yang jumlah leukosit dalam sedimen urinnya meningkat dan hasil kultur urinnya positif dapat dikatakan
bahwa perempuanlah yang lebih rentan terinfeksi saluran kemih daripada laki-laki.
Terbukti ada 16 pasien perempuan (69,57%) dan 7 pasien laki-laki (30,43%). Hal
ini karena uretra perempuan lebih pendek dari pada uretra pria. (Charlene JR,
dkk. 2001 : 210, 212)
Sedangkan faktor usia lebih
rentan umur 45 tahun ke atas. Berdasarkan tabel 4.2b ada
12 pasien (52,17%) dari 23 pasien yang dinyatakan jumlah leukosit dalam sedimen
urinnya meningkat dan hasil kultur urinnya positif. Pada wanita yang tidak haid (menopouse) karena hormon estrogen
berkurang, maka berbagai jaringan menjadi lebih tipis dan rapuh sehingga lebih
mudah terinfeksi. (Nico, dkk. 2004 : 36 - 40)
Perlu diketahui bahwa jenis bakteri
terbanyak pada penelitian ini yang menjadi penyebab ISK adalah Escherichia coli sebanyak 17 pasien (44,74%). Selain karena
bakteri, faktor lain
yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya ISK antara lain diabetes melitus, kehamilan,
menopause, batu ginjal, memiliki banyak pasangan dalam aktivitas seksual,
penggunaan diafragma sebagai alat kontrasepsi, inflamasi atau pembesaran pada
prostat kelainan pada uretra, immobilitas, kurang masukan cairan, dan
kateterisasi urin. (Dinar G, dkk.2003 : 166, 167)
Maka dari itu pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik dan bakteriologik pada urin pasien ISK sangat penting
untuk menegakkan diagnosis dan pasien dapat melakukan pengobatan secara tepat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari data pasien yang didiagnosis ISK di Rumah Sakit
Urologi Dan Bedah “Dr. Benggol” Malang, sebanyak 50 pasien didapatkan hasil
kultur urin positif baik jumlah leukosit normal maupun meningkat, ISK yang
sesungguhnya ternyata hanya 38 pasien (76%) dan sisanya 12 pasien (24%) tidak
ditemukan kuman pada hasil kultur urinnya atau steril.
Saran
a)
Diharapkan dapat
dijadikan sebagai data dasar bagi para peneliti untuk pengembangan penelitian.
b)
Penelitian ini
mempunyai keterbatasan yaitu jumlah sampel yang digunakan masih sedikit, untuk
hasil yang lebih baik dan tajam perlu dilakukan penelitian yang sama dengan
populasi sampel yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Alam S, Iwan H. 2007. Informasi Lengkap Untuk Penderita Dan
Keluarganya “Gagal Ginjal”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman
29-30
Anonim. 2008. Tips Mencegah Infeksi
Saluran Kemih. Diambil dari: http://www.
familydoctor.org. Pada Tanggal 30 September 2010
Baradero M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Halaman 23, 24
Charlene JR, Gayle R, Robin L. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi I.
Jakarta: Salemba Medica. Halaman 210-212
Davey P. 2005. At Glance Medica. Jakarta: Erlangga. Halaman 265
Dinar G, Christine B. 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Jarta:
EGC Kedokteran. Halaman 166-167
Fauci AS, Kesper DL, Longo DL et all.
2008. Horrison’s Principle Of Internal
Medicine 17th Edition. USA: The Mc Graw - Hill Companies.
Hal 112
Farlex. 2010. Definitom of Urine
Culture. Diambil dari: http://medical_dictionary.the free dictionary.com/
urine+culture. Pada Tanggal 15 September 2010.
Gardjito W, Puruhito, Iwan A et all.
2005. Saluran Kemih Dan Alat Kelamin
Lelaki Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC. Halaman 98
Hecht F, Shiel WC. Urinary Tract
Infection. Diambil dari: http://www.emedicinehealth.com/Urinary
tract innfection/article em.htm%23 Urinary%2520 Tract%2520 infection%2520
overview.htm. Pada Tanggal 15 September 2010.
Kumala, W. 2006. Diagnosis Laboratorium Mikrobiologi Klinik. Jakarta: Universitas
Trisakti. Halaman 79
Lubis S, Syah R, Djohan EU, Harun YRL.
2001. Mikroorganisme Penyebab Infeksi
Saluran Kemih (ISK) Di Sumatera Utara. Medan: Bagian Mikrobiologi, Bagian
IPD Fakultas Kedokteran USU. Halaman 58
Liza.2006. Buku Saku Ilmu Penyakit Dalam Edisi I. Jakarta: FKUI. Halaman 33
Nico AL, K.Nefro dkk. 2004. Kenali Jenis Penyakit Dan Cara
Penyembuhannya. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Halaman 36-40
Notoadmojo S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 70, 79, 138
Pattman R, Snow M, Hardy P et all.
2005. Oxford Handbook Of Genitourinary
Medicine, HIV, and AIDS 1st Edition. Newcastle:
Oxford University Press. Halaman 3
Pierce AG, Neil RB.2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi II.
Jakarta: Erlangga. Halaman 166-167
Purnomo BB. 2008. Dasar- Dasar Urologi Edisi II. Jakarta: Sagung Seto. Hal 24
Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et all.
2004. Panduan Pelayanan Medik Dalam Edisi
2004. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. Halaman 19
Rani HAA, Soegondo S, Masir AU et all.
2006. Panduan Pelayanan Medik -
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Edisi 2004. Jakarta:
Pusat Penerbitan IPD FKUI. Halaman 26
Riswanto. 2010. Urinalisis 2(Analisis
Mikroskopik). Diambil dari: http://Lab
Kesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-2-analisis mikroskopik.html. Pada
Tanggal 15 September 2010.
Ronald AS, Richard AMP. 2001. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Edisi 11. Jakarta: EGC Kedokteran. Halaman 428-429
Sukandar E. 2006. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit IPD FKUI. Halaman 32
Suprayudi M. 2007. Diktat Kuliah Bakteriologi III. Malang:
Akademi Analis Kesehatan Malang. Halaman 14, 15
Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI. Halaman 44
Wirawan R, Immanuel S, Dharma R. 2003.
Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin.
Jakatra: Bagian Patologi Klinik FKUI. Halaman 37
Widayati A, Wirawan IPE, Kuharwanti
AMW. 2005. Kesesuaian Pemilihan
Antibiotika Dengan Hasil Kultur Dan Uji Sensitivitas Serta Efektivitasnya
Berdasrkan Parameter Angka Leukosit Urin Pada PsienISK Rawat Inap Di Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Juli-Desember 2004). Yogyakarta: Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma. Halaman 3